FILOSOFI ISTANA SAYAP

Unknown Selasa, 18 Desember 2012


Dahulu, setiap bangunan dirancang secara cermat, disempurnakan dengan berbagai syimbol dan makna, agar memberikan kenyamanan, kesejahteraan dan manfaat yang besar bagi penghuni dan pemiliknya. Acuan ini menyebabkan pembangunan Istana Sayap dirancang dengan berbagai pertimbangan, sehingga wujudlah tiga bangunan. Bangunan pertama adalah Bangunan Induk, sedangkan bangunan kedua dan ketiga yang terletak di samping kanan dan kiri bangunan induk dinamakan bangunan “Sayap Kanan” dan “Sayap Kiri”.

Di dalam budaya Melayu Riau, khasnya di kerajaan Pelalawan, setiap bangunan resmi terdiri dari bangunan Induk dan bangunan lainnya, yang lazim disebut “bangunan anak” atau “Bangunan Sayap”. Bila letaknya kearah belakang atau kemuka, dan menyatu dengan bangunan Induk, lazimnya disebut bangunan Anak, (selanjutnya disebut pula Selasar depan, selasar Belakang, Selasar Dalam, Selasar Luar, Selasar Jatuh, Gajah Menyusur dan sebagainya). Bila bangunan itu berada agak terpisah dan terletak simitris sebelah kanan dan kiri bangunan Induk, disebut “Sayap”. Lazimnya, bangunan Sayap hanya terdapat pada Istana Raja.

Di Istana Sayap, bangunan Induk adalah tempat Sultan beserta keluarga dan orang-orang yang bertugas di sana. Di bangunan ini pula terdapat ruang Penghadapan (ruang Peterakna), bilik tidur, dan ruangan anjungan yang diisi dengan segala alat dan kelengkapan kerjaaan. Menyatu dengan bangunan Induk, disebelah depan terdapat ruang Selasar Dalam dan Selasar Luar untuk tempat menghadap rakyat dan Orang-orang Besar Kerajaan. Di bagian belakang bangunan Induk ada ruangan Telo, dan di belakangnya lagi adalah ruangan Penanggah, tempat kegiatan pekerja rumah tangga Istana dan kelengkapan jamuan dan sebagainya.

Bangunan Induk mencerminkan Sultan sebagai “induk” dari rakyatnya, sesuai dengan ungkapan adat yang mangatakan:

“yang ayam ada induknya
Yang serai ada rumpunnya
Yang sungai ada guguknya
Yang keris ada hulunya
Yan tombak ada gagangnya
Yang rumah ada tuannya
Yang kampong ada penghulunya
Yang negeri ada rajanya”

Pembagian tata ruang diatur sesuai menurut ketentuan adat yang berlaku, sehingga siapaun yang masuk ke bangunan itu akan tahu dimana ia duduk dan dimana ia berdiri. Di dalam ungkapan adat dikatakan :

“Adat masuk ke rumah orang
Tahu duduk dengan tegaknya
Tahu susun dengan letaknya
Tahu atur dengan haknya
Tahu alur dengan patutnya”

Bangunan Anak yang disebut Sayap dibuat khusus dengan ukuran dan bentuk yang sama. Ketentuan ini mencerminkan kehidupan yang seimbang dan setara, adil dan tidak berat sebelah. Di dalam ungkapan adat dikatakan :

“Rumah Induk ada Anaknya
Anak di kanan anak di kiri
Anak dibuat sama setara
Sama bentuk dengan ukurnya
Sama jauh dengan dekatnya
Sama padan dengan takahnya

Tanda adil sama dijunjung
Tanda menimbang sama berat
Tanda mengukur sama panjang
Tanda menyukat sama penuh
Tanda berlaba sama mendapat
Tanda hilang sama merugi
Tanda berat sama dipikul
Tanda ringan sama dijinjing
Tanda ke laut sama berbasah
Tanda ke darat sama berkering
Tanda senasib sepenanggungan
Tanda seaib sama semalu”

Di dalam menentukan fungsi bangunan, maka Bangunan Induk tetap dijadikan teraju dan pucuk dari semua aktivitas dan makna di dalam kerajaan itu, Di dalam ungkapan adat dikatakan :

“Di dalam bangunan Induk
Terkandung tuah dengan marwah
Terkandung petuah dengan amanah
Terkandung janji dengan sumpah

Terkandung daulat dengan martabat
Terkandung makna dengan hakikat
Terkandung kasih dengan sayang
Terkandung beban berkepanjangan
Terkandung hutang tak berkesudahan

Hutang ke Allah hutang ke rakyat
Hutang tak dapat dibelah bagi
Hutang tak dapat diingkar-ingkari
Hutang amanah menebus sumpah”

Di dalam memfungsikan bangunan Sayap, ditetapkan, bahwa Sayap Kanan, yakni sebelah hulu dijadikan kantor Sultan, sesuai dengan ungkapan adat:

“Yang raja memegang hulu
Hulu bicara hulu rundingan
Hulu petuah hulu amanah
Hulu titah membawa berkah
Hulu nasehat membawa berkat”

“Di Sayap Kanan raja duduk
Mencari runding pada yang elok

Di sana yang kusut diselesaikan
Di sana yang keruh dijernihkan
Di sana yang bengkok diluruskan
Disana yang salah dibetulkan
Disana yang kesat diampelas
Disana yang berbongkol sama ditarah
Disana yang sumbang diperbaiki
Disana yang janggal dielokkan
Disana hukum ditegakkan”

Sedangkan bangunan Sayap sebelah kiri bangunan Induk, yakni yang sebelah hilir, dijadikan tempat menghadap rakyat kerajaan, sesuai dengan ungkapan adat:

“Yang rakyat memberi ingat
Memberi bakti serta pendapat
Memberi setia serta amanat
Supaya berjalan tak salah langkah
Supaya bercakap tak salah ucap
Supaya memerintah tak salah titah
Supaya berjalan tak salah pedoman
Supaya berlayar kearah yang benar

Disana tangan bebas melenggang
Disana kaki bebas melangkah
Disana lidah bebas bercakap
Disana janji sama diikat
Disana amanah dipegang erat”

Selain itu, simbol-simbol yang mengandung nilai-nilai luhur dan budaya tempatan tercermin pula dalam berbagai ornament dan sebagainya yang intinya mengacu kepada keutamaan raja dan raknyatnya yang hidup tersebati, menyatu bagaikan mata putih dengan mata hitam, sehingga rusak yang putih binasa yang hitam, dan rusak yang hitam binasa yang putih. Bersebatinya pemimpin dengan rakyatnya, serta mewujudkan kehidupan yang sejahtera lahiriah dan batiniah.



Pekanbaru, Juli 2006

Tenas Effendy
Blogger Template by BlogTusts Sticky Widget by Kang Is Published by GBT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar